DIGUGAT RACHMAWATI SOEKARNOPUTRI, PENGADILAN NIAGA HENTIKAN SEMENTARA PEMUTARAN FILM 'SOEKARNO' DI BIOSKOP

Film Soekar karya sutradara Hanung Bramantyo digugat Rachmawati SoekarnoputriDIGUGAT RACHMAWATI SOEKARNOPUTRI, PENGADILAN NIAGA HENTIKAN SEMENTARA PEMUTARAN FILM 'SOEKARNO' DI BIOSKOP. Kasus hukum gugatan Rachmawati Soekarnoputri terhadap produksi film 'Soekarno' terus berlanjut. Bertepatan dengan dirilisnya film SOEKARNO di bioskop, Kamis (12/12), PENGADILAN Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan Penetapan Sementara berisi perintah penarikan film "Soekarno" (dalam salinan putusan pengadilan tertulis "Bung Karno: Indonesia Merdeka". Lihat juga TIPS CARA MENGATASI SAKIT PUNGGUNG Penyebab Nyeri Sakit Punggung.

Putusan bernomor 93/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst itu dikeluarkan pada 11 Desember 2013.

"Selama kasus ini belum selesai, film itu tidak boleh diputar dulu, itu perintah dari pengadilan," ujar kuasa hukum Rachmawati, Leonard Simorangkir SH saat menggelar jumpa pers di Universitas Bung Karno, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (12/12).

Mereka meminta kepada pihak rumah produksi untuk menyerahkan master film, naskah atau skrip pembuatan film kepada Rachmawati hingga masalah ini selesai.

"Pengen diturunkan, di-stop dulu untuk yang beredar di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Seharusnya tidak pernah keluar untuk film ini apalagi udah datang putusan ini," kata Rachmawati.

Rachma menganggap, film yang tayang perdana pada Rabu (11/12) kemarin itu sudah tidak sesuai fakta, sebab tidak melalui referensinya.

"Kalau masalah Soekarno, sekalipun Hanung, seorang sutradara yang katanya sedang booming, atau Raam Punjabi, mereka berdua tidak pernah melihat secara fisik seperti apa," ujarnya, saat jumpa pers di Kampur Universitas Bung Karno, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (12/12).

Bukan hanya dari segi cerita. Sejak awal, Rachma juga tak setuju karakter ayahnya dimainkan oleh Ario Bayu. Dia lebih memilih Anjasmara.

"Dari gestur, karakter, sikap, dan pikiran, mereka (Raam dan Hanung) enggak ngerti. Saya klaim di sini saya yang paling tahu," tegasnya.

Rachmawati menilai, film garapan Hanung Bramantyo itu telah menurunkan harkat dan martabat Bung Karno sebagai Bapak Bangsa. "Film Soekarno itu memalukan. Sejak awal pembuatan skenario, sudah terjadi pelecehan terhadap Bung Karno. Mereka hanya bicara komersil atas nama Soekarno," kata Rachmawati saat jumpa pers di Universitas Bung Karno, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2013).

Banyak hal yang dikritisi Rachmawati. Salahsatunya soal adegan dimana Soekarno mendiktekan Bung Hatta saat perumusan naskah proklamasi. "Padahal naskah proklamasi dibuat oleh Bung Hatta, bukan Bung Karno. Ini terjadi pemutarbalikkan fakta," jelas Rachmawati.

Tanggapan Multivision

Pihak Multivision langsung memberi tanggapan terkait hal ini.

1. Bahwa surat ketetapan sementara dari pengadilan tersebut belum kami terima secara resmi. Kalaupun ketetapan sementara tersebut kami terima, kami pelajari lebih lanjut untuk memahami isi ketetapan dan memberikan tanggapan lebih lanjut.

Namun demikian menanggapi pemuatan peringatan di harian nasional tersebut, maka kami berikan tanggapan lebih lanjut, sebagai berikut
2. Menyangkut masalah hak cipta tentang film, terdapat penjelasan yang tidak tepat atas hak cipta judul yang dipermasalahkan dan ditetapkan oleh pengadilan. MVP Pictures tidak pernah menuliskan judul naskah film ‘Bung Karno: Indonesia Merdeka”.

MVP Pictures mendaftarkan film yang kini tengah beredar tersebut dengan judul Soekarno dan telah didaftarkan di Dirjen HAKI untuk karya naskah film. Sejak awal pun judul film Soekarno: Indonesia Merdeka, sudah disepakati sebagai film yang akan dilanjutkan produksinya oleh MVP Pictures, setelah Ibu Rachmawati mengundurkan diri.

Dalam surat pengunduran dirinya pun, disertai penjelasan bahwa beliau akan memproduksi film lainnya, berjudul: Hari-hari terakhir.

3. Mengenai ketetapan sementara yang juga menjelaskan bahwa dua adegan “… tangan polisi melayang ke pipi Sukarno beberapa kali. Saking kerasnya Sukarno sampai terjatuh ke lantai”.

Berikutnya adalah adegan “Popor senapan sang Polisi sudah menghajar wajah Sukarno”, atau sesuai skrip halaman 35. Sungguh kami tidak memahami bahwa dua adegan tersebut menjadi dasar penetapan sementara pengadilan untuk mencabut dua adegan tersebut. Mengingat, bahwa adegan atau scene yang dimaksud, tidak ada dalam film Soekarno.

Perlu dicek dan diteliti ulang, keberadaan dua adegan yang dimaksud. Film yang sudah disensor oleh pihak LSF (Lembaga Sensor Film), di putar di acara Premiere film (Senin, 9 Desember 2013), maupun yang saat ini beredar di bioskop (sejak 11 Desember), tidak ditemukan dua adegan yang dimaksud.

Kami harap permasalahan hukum yang terjadi saat ini bisa terselesaikan dengan baik, namun kami juga berkeyakinan bahwa film Soekarno dengan segala pergulatan proses kreatifnya tidak pernah menyalahi hak penciptaan dan kekayaan intelektual seperti menjadi landasan penetapan sementara dari Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dengan kata lain, hingga saat ini film "Soekarno" masih akan terus bertahan di bioskop hingga salinan penetapan dari pengadilan diterima oleh pihak Multivision dan kemudian ditindaklanjuti.

Sebelumnya, sejumlah keturunan Soekarno, ikut menyaksikan film garapan Hanung Bramantyo sebelum beredar di bioskop.

Comments